Hiduplah seperti air. Mengalir dan
bergelombang dengan tenang. Menjadi sumber kehidupan segala hal yang hidup.
Tetapi, harus hati-hati dengan air, sebab jika air dibendung, ia mampu
meratakan apapun yang dilewatinya. Hiduplah seperti air yang membentuk sesuai wadah air itu sendiri.
Air itu fleksibel di segala medan lokasi. Dia tidak pernah takut di keadaan apapun, dinamis. Air itu kuat. Sekeras-kerasnya batu akan rusak oleh tetesan air. Dirubah dalam bentuk apapun, air tidak akan hilang. Misalnya dipanaskan akan menjadi uap tapi zatnya tidak hilang, didinginkan akan membeku tapi zatnya tidak akan hilang juga.
Secara ilmiah, Hawking 1997
–fisikawan Amerika-- menyebut bahwa air adalah hidup yang bertipikal anomaly. Air memiliki anomali khusus dan
hampir berbeda dengan ciptaan Tuhan lainnya. Proses pembekuan dan pencarian air
demikian ritmik dan menjamin kehidupan apapun di sekitarnya. Menjadi apapun itu
air, ia tetap memberi jaminan ketentraman bagi kehidupan.
Arti Filosofi Air
Ada
tiga filosofi air yang amat mulia dan analog dengan perilaku manusia:
Kedua, air selalu mengisi ruang-ruang yang kosong.
Ketiga, air selalu mengalir ke muara.
Pertama, air selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah.
Tuhan menciptakan air agar manusia bisa mengambil pelajaran
darinya. Sifat air yang selalu mengalir ke tempat rendah
analog dengan sikap rendah hati pada manusia. Air selalu ingin berguna
bagi makhluk hidup yang ada di bawahnya. Ibarat pemimpin, air adalah
pemimpin yang melayani. Jika ia berada di posisi teratas, maka ia akan
menjadi pelayan bagi orang-orang yang membutuhkan di bawahnya. Apalagi
air identik dengan sumber kehidupan. Maka tidak salah jika sifat pertama
ini dianalogikan dengan pemimpin yang melayani. Pemimpin yang
melayani adalah sumber kesejahteraan bagi masyarakat yang ia pimpin.
Manusia yang baik adalah manusia yang berusaha mengisi kekosongan hati
dari manusia lainnya. Dengan meniru sifat air, kita seharusnya bisa
menjadi penolong bagi manusia lainnya yang sedang bermasalah atau
kekurangan. Tentu, jika sifat air yang kedua ini benar-benar kita
teladani, kita selalu memiliki waktu untuk melengkapi kehidupan manusia
lainnya. Artinya, kita menjadi manusia yang senang menolong dan suka
berbagi. Karena sebenarnya, batin kita terisi setelah memenuhi
kekurangan dari saudara kita.
Tak peduli seberapa jauh jaraknya dari muara, air pasti akan tiba di
sana. Sebenarnya saya tidak setuju dengan orang yang menggunakan pepatah
“hiduplah mengalir seperti air” untuk menguatkan gaya hidup
yang tidak punya arah dan serampangan. Justru sebenarnya dengan kita
meniru air yang mengalir, kita seharusnya punya visi kehidupan. Hal
utama yang patut diteladani dari perjalanan air menuju muara adalah
sikapnya yang konsisten. Bayangkan, ada berapa banyak hambatan yang
dilalui oleh air gunung untuk mencapai muara? Mungkin ia akan singgah di
sungai, tertahan karena batu, kemudian bisa saja masuk ke selokan. Tapi
toh akhirnya ia tetap mengalir dan tiba di muaranya. Waktu tempuh air
untuk sampai ke muara sangat bervariasi. Ada yang hanya beberapa hari,
tapi ada juga yang beberapa minggu. Patut diingat, hal terpenting
bukanlah waktu tempuh yang akan dilalui, tapi seberapa besar keyakinan
untuk menuju muara atau visi atau impian yang akan kita gapai.
(eddar)
0 comments:
Post a Comment