Lebih Memahami Zakat: Zakat Harta Benda (2)




Jakarta, Berita Adzan — Ustad Syarif Hidayatullah menjelaskan, untuk zakat maal atau zakat harta benda, telah diwajibkan oleh Allah SWT sejak permulaan Islam, sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Oleh karena itu tidak heran jika ibadah zakat ini menjadi perhatian utama Islam, sampai-sampai diturunkan pada masa awal islam diperkenalkan kepada dunia.
Karena didalam Islam, urusan tolong menolong dan kepedulian sosial merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membangun peradaban sosial bermasyarakat Islami yang berada didalam naungan Allah SWT, Maha Pemberi Rezeki.
“Memang pada awalnya, zakat diwajibkan tanpa ditentukan kadar dan jenis hartanya. Syara’ hanya memerintahkan agar mengeluarkan zakat, banyak-sedikitnya diserahkan kepada kesadaran dan kemauan masing-masing. Hal itu berlangsung hingga tahun ke-2 hijrah. Pada tahun itulah baru kemudian Syara’ menetapkan jenis harta yang wajib dizakati serta kadarnya masing-masing. Namun Mustahiq zakat pada saat itu hanya dua golongan saja, yaitu fakir dan miskin. Adapun pembagian zakat kepada 8 ashnaf (golongan atau kelompok, red) baru terjadi pada tahun ke 9 hijrah. Karena ayat tersebut diwahyukan pada tahun 9 Hijrah. Namun demikian Rasulullah SAW tidak sepenuhnya membagi rata kepada 8 golongan tersebut, Beliau membagikannya kepada golongan-golongan yang dipandang perlu dan mendesak untuk disantuni,” terang Ustad Syarif, kepada Aktual.com, di Jakarta, Senin (28/03).
“Hal ini seperti terjadi pada saat Rasulullah SAW mengutus Mu’adz bin Jabal pergi ke Yaman untuk menjadi Gubernur di sana, dan memerintahkannya untuk mengambil zakat dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang fakir di Yaman. Al Bukhori menerangkan bahwa kejadian tersebut berlangsung pada tahun ke-10 hijrah sebelum Rasulullah SAW menunaikan Haji Wada’.” Allah SWT berfirman,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya, “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah SWT, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(At-Taubah : 60)
“Ayat tersebut menerangkan, bahwa penerima zakat itu ada delapan golongan, merekalah yang berhak menerima zakat, sementara di luar golongan itu tidak berhak menerima zakat. Namun, di antara Mustahiq yang delapan tersebut tidak harus semuanya menerima secara rata, tapi disesuaikan dengan situasi dan kondisi dengan memperhatikan skala prioritas. Dan zakat maal ini terdiri dari beberapa macam yaitu, zakat emas atau perak atau uang, zakat ziro’ah, zakat ma’adin, zakat rikaz, zakat tijaroh.”lanjutnya
1. Zakat emas, perak, dan uang
Emas dan perak yang dimiliki seseorang wajib dikeluarkan zakatnya. Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۗ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu’.”( At-Taubah : 34-35).
Lalu ada juga sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairoh, bahwa Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Tidak ada seorang pun yang mempunyai emas dan perak yang dia tidak berikan zakatnya, melainkan pada hari Kiamat akan dijadikan hartanya itu beberapa keping api Neraka. Setelah dipanaskan di dalam Neraka Jahannam, kemudian digosokkan pada lambung, dahi, dan punggungnya, dengan kepingan itu, setiap kepingan itu dingin, akan dipanaskan kembali. Pada (hitungan) satu hari yang lamanya 50 ribu tahun, sehingga Allah menyelesaikan urusan dengan hambanya.”(HR. Muslim)
“Dari keterangan diatas, jelaslah bagi pemilik emas dan perak wajib mengeluarkan zakat, karena jika tidak ancaman dari Allah SWT sudah menantinya. Nishab emas sebesar 20 dinar (90 gram), dan nishab perak sebesar 200 dirham (600 gram), dan nishab uang yaitu jika sudah senilai dengan emas 20 gram atau perak 200 dirham. Sementara itu, kadar zakatnya sebanyak 2,5 persen. Zakat emas ini dikeluarkan jika sudah mencapai haul (setahun sekali).
“Bila kau mempunyai 200 dirham dan sudah cukup masanya setahun (haul), maka zakatnya adalah 5 dirham (2,5 persen). Dan emas hanya dikenakan zakat bila sudah mencapai 20 dinar. Apabila engkau memiliki 20 dinar dan telah sampai setahun kau miliki, maka zakatnya setengah dinar, dan yang lebih sesuai perhitungannya.”(HR. Abu Daud)
“Dari Hadis tersebut, jelaslah bahwa apabila seseorang menyimpan emas dan perak (baik dalam bentuk emas batangan maupun perhiasan) maka wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nishab dan haul,” tutur Ustad Syarif.
Contoh :
Seorang ibu memiliki emas sebanyak 200 gram. Maka zakat yang harus dikeluarkannya adalah,
2,5% x 200 gram = 5 gram
Asumsi harga 1 gram emas = Rp. 80.000, jadi zakatnya adalah 5 x Rp. 80.000 = Rp. 400.000,-
Zakat tersebut dikeluarkan satu tahun sekali, selama emas itu masih disimpan dan menjadi milik ibu tersebut.
2. Zakat Ziro’ah (pertanian atau segala macam hasil bumi)
Mengenai zakat tumbuh-tumbuhan, Allah SWT telah berfirman,
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ ۚ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ ۖ وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya, “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”(Al-An’am : 141)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”(Al-Baqarah : 267)
Hasil bumi wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nishab yaitu 5 wasaq (650 Kg). Adapun kadar zakatnya ada dua macam yaitu,
Pertama, jika pengairannya alamiah (oleh hujan atau mata air) maka kadar zakatnya adalah 10%.
Kedua, jika pengairannya oleh tenaga manusia atau binatang maka kadar zakatnya yaitu sekian persen.
3. Zakat Ma’adin (barang galian)
Yang dimaksud ma’adin (barang galian) yaitu segala yang dikeluarkan dari Bumi yang berharga seperti timah, besi, emas, perak, dan lain-lain. Ada pula yang berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan ma’adin itu yaitu, segala sesuatu yang dikeluarkan (didapatkan) oleh seseorang dari laut atau darat (Bumi), selain tumbuh-tumbuhan dan makhluk bernyawa.
Dalam Hadis disebutkan zakat ma’adin dikeluarkan setiap mendapatkannya tanpa nishab, kadar zakatnya adalah 2,5%. “Bahwa Rasululloh SAW telah menyerahkan ma’adin qabaliyah kepada Bilal bin Al-Harts Al-Muzanny, ma’adin itu hingga kini tidak diambil darinya, melainkan zakat saja.”(HR. Abu Daud dan Malik)
“Hadis di atas menunjukkan bahwa Ma’adin itu ada zakatnya dan menyatakan bahwa dari Ma’adin itu tidak diambil melainkan zakat saja. Dari kedua keterangan tersebut bisa dipahami bahwa zakat yang diambil dari Ma’adin itu adalah zakat emas dan perak, yaitu 2,5 persen,” terangnya. Bersambung…..
sumber : Aktual.com
Share on Google Plus

About Haydar Maulana Ali

Pelajar Multimedia Di SMK Budhi Warman 1

0 comments:

Post a Comment